Ivan Hartanto – Dari Hobi Sampai Berhasil Mendirikan Gaming Store Terpercaya di Indonesia (#7) Transkrip – The Empire Code Show
show-img

Ivan Hartanto – Dari Hobi Sampai Berhasil Mendirikan Gaming Store Terpercaya di Indonesia (#7) Transkrip

Catatan podcast dan tautan ada di https://show.empirecode.co/ivan-hartanto

Tri: Alright, Diana.

Diana: Okay selamat siang semuanya, selamat siang pendengar kita. Hari ini kita kembali lagi dengan podcast di Empire Code Indonesia Show. Hari ini kita sama Ivan Hartanto Co-founder dari Ditusi Gaming Store. Nggak lama-lama lagi kita langsung aja mulai. Jadi Ditusi ini kalau aku lihat sudah dibuat dari 2014. Tolong correct aku, Ivan, kalau salah dan sampai saat ini. Nah kira-kira sepanjang tahun itu dari 2014 apa sih—ini sudah langsung berat pertanyaannya, semoga nggak berat—apa sih achievement-nya yang Ivan rasain?

Ivan: Okay thank you Diana. Kenalin gua Ivan Co-founder dari Ditusi Gaming Store. Ditusi stands for Digital Top-up Society. So, kita di dunia per top-up-an, dunia-dunia yang orang mungkin sedikit-jadi kita liat latar belakang dulu, jadi instead of ke achievement—kayanya  kalau achievement langsung berat gitu kan ya. Kita kenal lebih dalem dulu.

Diana: Iya iya boleh Van, silahkan. Akan lebih happy kalo Ivan yang jelasin.

Ivan: Iya, sama Ditusi Gaming Store. Jadi aslinya, semuanya dimulai dari taun 2014 itu dari adik gua. Namanya Jovian, he started everything karena awal mulanya dari hobi. Ini boleh di highlight ya; hobi. Kita bakal highlight ini. Karena ini akan ngefek ke semua percakapan kita soal “emang bener ya dari hobby nge-game bisa jadi mulai coba coba bisnis?” Coba-coba dulu ya, bisnis nge- game sampai jadi “okay this is an opportunity” yang bisa di-distribute-kan ke banyak orang juga. 

Nah itu jadi kita ceritain, selanjutnya 2014 itu dimulai dari adik gua. Ngomongin soal game yang notabene-nya demand-nya buat banyak orang yaitu Dota. Pada zaman-nya itu karena gua dan adik gua juga lulusan warnet. Jadi kita ini lulusan paket bergadang warnet dengan mie instan dan telor ya, dengan kopi-kopinya.

Diana: Wow, oke kacang ijo juga ngga Van?

Ivan: Nah itu bonus itu. Jadi emang latar belakangnya pemain game. Sehingga pada 2014 itu dimulai adik gua sendiri pun sudah punya kebiasaan main game. Sehingga kalo kita main game kita akan mengetahui needs dari player game. Jadi ini ngomonginnya adalah “oh sebagai user yaitu kita sebagai pemain game, kita butuh apa sih?” Ternyata kita butuh something yang sifatnya complement, pelengkap gitu ya untuk bisa jadi bahan lain lah untuk bisa bikin main game lebih seru. Dengan demikikian 2014 Dota bergulir dan masuklah tahun 2018 Dota sudah mulai menurun dan kita maen game ataupun industry game yang lebih luas lagi jadi mengcover lebih banyak. Jadi ceritanya kaya gitu deh. 

Dari 2014 dari hobby nyoba-nyoba untuk jualan game Dota sampe sekarang ternyata bisa ngedistribusiin kesempatan ini ke banyak orang juga. Jadi kalau pencapaiannya apa? Pencapaiannya kita bisa ngedistribusiin opportunity ini ke orang lain yang notabene nya mikir “kayanya gaming industry kaya warnet ya?”, bukan begitu. Tetapi malah sesuatu pandangan “oh bisa ni” gaming industry ini dalam spesifiknya top-up bisa jadi tempat untuk mikir hal kreatif, tempat untuk latihan project management, tempat untuk latihan teamwork juga bisa. Gitu Diana, sudah dijawab ya.

Tri: Yes, jadi Pak Ivan menurutku kan aku beberapa kali baca tentang gaming industry ini kan. Sebenernya gaming industry itu sudah jadi kaya billion dollars industry gitu ya, yang sebenernya uangnya itu muncul dari banyak aspek. Ada yang muncul dari penjualan aplikasinya di Play Store, Apple Store atau misalnya muncul dari pembelian di dalam game nya itu sendiri. Ada yang top-up beli costume, ada yang top-up beli senjata ada yang top-up untuk power. Ada banyak banget sarana untuk sebenernya game industry itu menjadi bisnis yang menjanjikan. Nah kalo dari Pak Ivan sendiri sebenernya Ditusi ini muncul dari kesadaran hal itu dulu baru akhirnya bikin Ditusi atau bikin Ditusi dulu baru merasa “oh hal itu bener”, dari yang mana?

Ivan: Kita bikin dulu.

Tri: Bikin dulu baru kerasa baru “oh ini menjanjikan”?

Ivan: Yeah this is huge. This is huge mountain!

Tri: Right, jadi kesadarannya muncul justru setelah bikin baru sadar bahwa peluangnya besar.

Ivan: Betul tapi bagaimana peluang itu besar pun bisa jadi lewat begitu aja. Jadi bisa di highlight juga bahwa dunia top-up banyak banget pemainnya tapi, apakah ngomongin soal peluang itu kita semua mau capek untuk ngambilnya? Karena kan peluang nggak bisa dicepetin ya sehingga yang jadi pertanyaan adalah bagaimana kita mendekatkan itu dengan peluangnya. Karena di semua industry pasti ada peluangnya, cuman bagaimana mendekatkan diri dengan peluang itu it’s another gameplay kayanya.

Tri: Kalo Pak Ivan sendiri caranya gimana untuk mendekatkan diri dengan peluang-peluang itu?

Ivan: Yang pertama adalah tentunya kalau ngomongin game harus ada game knowledge nya dulu, sama kaya product, semua product. Kita ini gamenya kayak gimana, gamenya competitive atau tidak, atau game nya ini punya story yang bagus atau nggak, ataupun game ini keunikannya apa. Dengan demikian kita bisa lebih matang melihat game ini potensinya sampe mana dan apakah kita bisa ngambil peluangnya. Karena belum tentu—ada aja momen gamenya bagus, peluangnya ada, tapi kita nggak bisa nyentuh. Karena emang kita nggak punya infrastrukturnya, kita nggak tau untuk bisa maju kesana. Itu yang pertama adalah product knowledge-nya, mau ngga mau harus baca article, harus aktif di komunitas, ngobrol sama content creatornya atau nonton Youtube sebagai sarana untuk kita belajarnya. At least kalo kita tau productnya. Jadi pertama kita uda tau market, marketnya ada nih berarti peluangnya ada. Kedua ada “oh kita ga bisa cuma jualan doang” kita harus bisa nge differentiate produk kita dari orang yang jualan juga. Ya sudah kita harus punya pengetahuan, kita bikin konten yang ngebantu mereka untuk maen game lebih seru lah. Jadi aslinya game semua industry pendekatannya sama aslinya, yang membedakan itu sebagaimana kita enjoy. Kalo ditanya bagaimana kita bisa di gaming industry ini semakin lama berprogress karena kita mencoba enjoy untuk “oh step nya kaya gini nih”. Karena ga ada lift-nya, nggak ada kecepatan yang kaya gimana-gimana, semua standard.

Tri : Right, right. Kalo dari kacamata Ditusi sendiri game yang paling menjanjikan itu game apa sih? Kita urut, kan ada banyak Kita urut lima game paling menjanjikan dari Ditusi.

Ivan: Kalo Ditusi sendiri memang mostly tujuannya Genshin Impact. Itu adapun alasan nya kenapa jualan Genshin. Genshin itu storynya bagus, graphic-nya dan story-nya dengan anime yang notabene-nya penetrasi anime sudah baik di Indonesia sehingga edukasi marketnya lebih cepet dan juga cara maennya cukup eksplorative. Jadi kita kaya masuk ke dunia lain kita bisa explore sampe ke pojok-pojok game-nya. Jadi tiga itu kalo yang di Genshin ya. Kalo ditanya lagi, “game yang lain kaya gimana?” Game yang lain lagi selain Genshin yang kami jual dan provide service-nya untuk players, yang selanjutnya adalah game-game yang competitive. Game competitive itu kaya kita sebutnya Three Kingdoms, yang pertama adalah Mobile Legend, PUBG & FreeFire. That’s competitive game. Jadi ada turnamennya lah. Kita mengarah kesana tapi jika banyak store yang mulainya dari competitive game, kalau kami nggak mulai dari sana. Jadi kami baru mau masuk sana, karena peluang disana juga lebih gede.

Tri: Right, true, true. Selalu ada irisan marketnya kesana ya pak. Karena emang market pemainnya juga banyak banget.

Ivan: In terms of number banyak banget.

Tri: Exactly, sama ini pak Ivan. Kalo misalnya Roblox ini ya, karena kan emang Empire Code kita juga sebenernya ada classes untuk coding. Dan ternyata anak-anak kita juga pada main di Roblox player nya. Nah kalo misalnya dari kacamata Ditusi sendiri sejauh ini peminat Roblox itu seperti apa sih?

Ivan: Oke Roblox itu sepemahamannya itu adalah game-nya semacam kaya bangun-bangun gitu ya. Kalo nggak salah itu Roblox

Tri: Sebenernya marketplace untuk game. Jadi kaya Tokopedia, Roblox adalah Tokopedia di dalem nya itu ada game game lain. Jadi creator itu bisa bikin game di dalem Roblox Studio terus nanti dijual di sana, makanya ketika orang top-up dengan Roblox itu mereka beli accessories di dalam game itu.

Ivan: Oh I see. Nah kalau di kami jadi disclaimer dulu bahwa karena kita ngga dalemin Roblox to be honest. Jadi biasanya top-up itu rata rata bapak bapak yang punya anak.

Diana: Wah menarik.

Ivan: Which is good, but ada berapa orang tua yang sudah aware bahwa game ini itu bisa jadi sesuatu buat anaknya. Market kan macem-macem ada yang emang playernya yang nge top-up in, ada juga orang tuanya yang notabene nya “oh ni seru nih buat maen sama anak” itu bonding nya dapet lah kalo orang bilang.

Tri: That’s cute actually.

Ivan: Sehingga Roblox ini, selain tadi kak Doki bilang there’s an opportunity inside the game, walaupun di tempat kami ngga rame mungkin di tempat lain orang melihat peluangnya beda lagi.

Diana: Wow menarik, tadi fun fact yang Ivan kasi soal bapak-bapak menarik banget dan speaking of siapa nih customernya atau siapa yang biasanya beli game atau top-up di Ditusi. Aku ngeliat kan perjalananya dari Ivan certain, dari hobi kemudian ada komunitas yang dibentuk dan pasti ada trust dong yang dibangun. Aku lihat Ditusi mengklaim juga kalau kalian testimoni ter-transparan dan terpercaya se-Instagram. Itu gimana itu ngebangun trustnya dan gimana bisa mengklaim demikian?

Ivan: Oke kita break down sedikit masing-masing ya. Yang pertama adalah balik lagi, yang jualan top-up banyak sehingga gimana kita bisa beda dari yang lain. Apa yang membuat kita semakin dengan peluang adalah yang tadi Diana bilang, trust-nya nih. Pada saat trust itu dijadikan sebuah matrix bagaimana kita mendapatkan trust? Dari testimoni. Testimoni dapet dari mana? Bisa dateng dari pembeli. Pembeli dateng dari mana? Bisa atas rekomendasi dari content creatornya kah, dari komunitasnya kah, rekomendasi dari pembeli yang membuat testimony. Jadi dari tiga itu kita petakan, apa yang kita bisa lakuin? Ya sudah kita bikin aja pendekatan–pendekatan dengan content creatornya, komunitasnya, ada juga pembelinya. Sehingga karena kita punya mimpi bisa ngasi customer experience yang baik itu, misal top-up. Sehingga jadi penyusunan kalimat pertanyaan untuk berpikirnya bisa dibikin dekat sama peluangnya. Dari content creator dideketin, komunitas dideketin, user pun dideketin untuk dapetin trustnya.

Diana: Wow  menarik selalu terstruktur ya ngobrol sama Ivan. Dari trust kemudian ada matrix dan kita bisa memetakan dari sana, which is very smart way to start that. Jadi dalam upaya untuk makin dekat dengan customer dan ngasi mereka the best experience dari Ditusi itu Ivan sendiri update ngga sih sama perkembangan teknologi? Dan kira kira gimana itu bisa berdampak sama Ditusi?

Ivan: Tes, OK ngga?

Tri: Harusnya ini sudah OK.

Ivan: Jadi untuk bagaimana teknologi itu bisa mengakselerasikan untuk sebuah percepatan di dalam company gaming gitu ya. Balik lagi kalo di kami, memang yang lebih update untuk si game itu sendiri adalah adik gua. Kalo ngomongin soal hobby, knowledge untuk hobby-nya, it’s everything. Karena technology is a vehicle untuk bisa nyampe kesana tapi balik lagi, kalau kita nggak punya knowledge atau nggak bisa find value untuk si pemainnya, teknologi nggak  bisa terlalu bantu gimana pun. 

Jadi balik lagi bagaimana bisa teknologi membantu? Teknologi akan membantu pada saat pengetahuan game-nya itu bagus. At least bacanya tau, game ini bakal rame juga tau. Kalau ngomongin teknologi sekarang pasti sudah mencoba untuk transaksinya. Dulu ga punya website sama sekali jadi via WhatsApp bertubi tubi like to WA-LINE, WA-LINE, cuman as the time goes kita juga pengen oh kita bisa nih ada website-nya. Jadi bertahap juga, tapi bikin website tu harus pake pengetahuan game juga, orang maunya website yang kaya gimana ataupun biasa usernya itu si gamers ini untuk 3x click bisa langsung beli itu kaya gimana. Jadi somehow untuk melihat technology as a general perspective akan sangat sangat jauh banget yang bisa diomongin. Tapi kalo untuk yang bikin sampe di Ditusi gaming nya adalah once tau productnya, dipelajarin, diimplementasiin ke teknologinya lebih smooth.

Diana: Tetep yang paling penting adalah knowledge ke productnya ya? Ke game itu sendiri.

Tri: Pak Ivan, capek ngga sih ngurusin bisnisnya?

Ivan: Capek pasti, tetapi yang bisa diceritain di sini adalah bisnis yang dikerjain sekarang itu sangat berbeda pada saat bisnis yang dikerjain berdua. Pada saat misal Jojo bisa pada saat mulai tim keangkat 1 sampe 2, pada saat 3 sampe 5 itu adalah kondisi we have a team. Kita ngga bergerak karena kita percaya dengan diri kita sendiri doang tapi sudah ada orang yang percaya sama kita. 

Jadi dengan punya energy yang itu artinya kecapekan itu harus di-overcome. Dulu cuman kita doang berdua yang percaya sama bisnis ini nih. Tiap hari ngerjain, tapi makin lama “Oh ada juga orang lain yang percaya”. Sehingga energy nya semakin banyak. Kalau cuman berdua makin lama bisa ber-8 sampe dengan tim lain bisa ber 15, 20 dst. Pasti capek tapi gimana ya kadang kalo ngeliatin mereka kaya “Wah mereka sudah ngumpul”, mereka juga sudah ready untuk ngelakuin sesuai dengan apa yang mereka mau, sesuai dengan arahan kitaya. Jadi mungkin itu responsibility-nya.

Tri: True karena sekarang ngga cuma kerja berdua ini, ada tanggung jawab untuk berapa belas orang lain lagi right. Pernah stress ngga?

Ivan: Stress tentu tapi ini sangat menarik ya soal stress management. Karena belakangan ini sudah muali di kondisi “oh lumayan capek nih”. Kaya ngomongin pada saat awal Ditusi Gaming Store dijalanin sama Jojo 1 sampe 2 trus dilanjutin sama gua 3 sampe 5, 5 sampe 6, 6 sampe 7 is another gameplay.

Tri: Semakin rumit lagi?

Ivan: Iya semakin complex, makin nggak bisa dislesaiin kalo cuma berdua, sehingga sesuai dengan sebabnya, biasanya ya talking to the people, somehow ngobrol sama team. Mungkin ga dapet jawabannya memang, tetapi bisa lebih “Oh ada dia ini disini”, oke mungkin kita nggak bisa langsung dapet jawabannya dengan pertanyaan yang semakin rumit di kepala kita tapi kayanya nothing—misalnya apa ya, kita percaya sama law of attraction juga. Kalo mereka happy gua happy juga, walaupun cuma haha-hihi ya. Tapi kaya ada apa ya, kadang maslaah itu sudah ada jawabannya. Cuma memang kita nggak lihat atau lebih tepatnya “ni jawabannya” Cuma kita itu nunduk. Karena murung gitu ya, kadang jawabannya disini, di depan mata kita. Jadi kita butuh orang yang bikin “Ayo kepalanya naik lagi”, “Ayo ketawa” kita liat ada gerakan kepalanya ke atas “Oh jawaban nya ini aslinya” nah itu yang selalu terjadi, maksudnya kalau gua berdua sama adik gua sudah mulai “nunduk” diskusinya, kita sudah maen-maen dah pandangan sama tim lain biar nggak burned out berdua doang gitu.

Tri: Alright that’s interesting actually. Karena harus berpaling sedikit lah ya dari kerjaan biar ketika balik sudah fresh lagi.

Ivan: Ya karena balik lagi, kita ngomongin business mau itu di mana pun bidangnya, kondisinya adalah gaming. Kan ga ngomongin dalam 1 atau 2 hari ataupun 1 atau 2 bulan. Kita pengennya kesempatan nya bisa didiskusiin. Mungkin misal contohnya, di gaming kita sudah oke, apa yang mau kita geser misalnya—

Diana: Oh muted.

Ivan: Oh kepencet, jadi aslinya kalau untuk ngomongin gaming itu sendiri, kalo kesempatan itu bisa didistribusiin lebih banyak bakal lebih baik. 

Diana: I see, menarik. Van ini kita sudaf nggak nyangka aja suda 2022. Gimana sih kira-kira trends gaming industry in 2022 dan milestone Ditusi sendiri apa kira-kira di tahun ini? Boleh share gitu?

Ivan: Tahun 2022 harusnya masih sama dengan 2021 dengan tambahan, game – game yang akan masuk dengan menggunakan NFT ya. Kan kita lagi penetrasi awal-awal. Kita belom di sana tapi kita ngelirik, ya namanya juga inilah ya. Ngintip ngintip gitu “oh orang kaya lagi gini”, kita belom ke sana, tapi kita sudah mulai ngintip opportunity yang mungkin apakah bisa kita deketin keperluannya. Itu yang pertama soal trend yang di game, itu akan so far sama karena game itu kaya bola competitionnya. Even kita nggak maen lagi kita pengen nonton. Itu analogi yang paling simple itu, kita bukan pemain bola tapi kalo kita pernah main bola pas kecil, kita seneng aja nonton.

Diana: Melekat terus gitu ya? 

Ivan: Iya melekat, karena yang menurut gua itu bagus adalah ini juga mungkin terjadi di even orang tua gua juga. Karena orang tua itu kan pasti “ni ngapain jualan game?” Itu yang pertama ya, “Ini apaan maen game?” itu yang kedua, “Ini apaan lagi bisa ngumpul karena game?” misalnya. Teamnya bisa kebentuk karena game, ini apalagi. Biasa orang tua itu butuh juga sebuah kesempatan untuk anak, untuk bisa maen game. Dalam konteks orang tua jangan langsung bilang “nge-cut” game nya itu sendiri sih harusnya, karena kalau nggak main game pun, gua sama Jojo nggak mungkin di sini.

Tri: Right, true.

Ivan: Latar belakangnya pemain soalnya. Pembuat game pun nggak bisa membuat game kalo nggak main game. Ataupun yang lebih parah lagi adalah kita ngeliat game itu cuma sebagai buang waktu, karena maen game itu hobby berarti every single hobby bisa menjadi buang waktu. Harapannya sih sebenernya bisa-trend kedepan ya-dengan edukasi yang berbagai macam dari temen-temen yang juga involve di industri ini game itu bener bisa jadi mata pencaharian, bisa jadi another way untuk entertain diri sendiri dan ngga diliat sebagai buang uang aja gitu aslinya. Itu yang pailng sulit kayanya, liat orang tu kaya “Eh buang uang doang nih maen game”, itu sama kaya maen hobby sebenernya. Kaya mancing gitu.

Diana: Maen sepeda juga hobby, beli sepeda kan mahal ya.

Ivan: Aslinya kan sama ya maksudnya. Mungkin kacamata itu yang dibutuhin, ngeliatnya dibandingkan—yang ke-4, yang parah tadi—dibandingkan kita nyari entertain yang lain, maksudnya yang bisa ngedobrak anak explore-nya nggak ada batesannya gitu. 

Tri: Tapi menurut Pak ivan kalo misalnya semua  akhirnya sadar bahwa gaming industry ini sesuatu yang menjanjikan juga, ini nggak malah nambah saingan di dalam bidang bisnis nya Pak Ivan? Nggak takut kehilangan customer kalau akhirnya banyak orang yang sadar dan “oh ini menarik ini ternyata game industry, kita bikin bisnis juga aja disini” nggak ketakutan  kehilangan customer?

Ivan: Customers, pertama ya kalo industry gaming ini sama kaya jualan-jualan yang lain atau service yang lain gitu ya. Tetep pasti modal trust sih, maksudnya every single service yang ada di dunia ini akan kembali ke core dari, atau fundamental bisnis itu terpercaya apa ngga. Semua orang bisa bikin restoran nasi goreng, yang pertama adalah apakah terpercaya dia punya servicenya atau rasanya? Karena base modelnya kaya gitu. 

Yang kedua adalah seberapa enjoy mereka untuk ngejalaninnya. Balik lagi kalo mereka cuma nyari uang aja di semua industry bisa, selama digelutin semua industry pasti making money. Tapi dengan ngejalanin ini sama Jojo storynya berubah, kita memang pasti namanya company harus ada growth numbers. Tapi itu bukan jadi drive kita untuk bikin “Oke kita harus kerja ati matian untuk mendapatkan uang lebih banyak”, ga gitu. Karena akan capek, akan ada ujungnya gitu. Tapi kalo kita mikirnya kebayang ngga si punya company yang orang-orangnya suka main game, suka action figure, cosplay, suka nonton anime ngumpul nih dengan segala jenis technicalities yang dia punya gitu, expertise yang mereka punya. Itu gimana ya company-nya? Gimana ya suasana brainstormingnya? Nah, gitu yang kita bikin.

Tri: Jadi kerja tapi asik gitu.

Diana: Gimana tu, gimana brainstorming nya Van?

Ivan: Jadi mereka lebih, “Eh kemaren ada komunitas ini nih, nglakuin ini”. Selanjutnya ada “Eh ada info ini lho, barang ini lagi langka”, konteks nya action figure ya karna hobi kan. “Ini kemaren maen game ini”, “Sama juga ya story nya, ga kebayang gua ternyata bisa dibikin kaya gitu dari developer ini” jadi kaya obrolannya.

Diana: Bener, kaya dan dalem juga karena kalian juga player yang ada di dalam sana, ya.

Ivan: Betul, tapi kalo ditanya milestone untuk 2022 as a company, yang paling penting adalah bagaimana si timnya itu sendiri—founding teamnya yaitu adalah gua sama Jojo sekarang ini— bisa terus berkembang secara personal dulu karena company kan sama/plus sama foundersnya gitu ya. Itu kan harus seimbang, nggak bisa founders lebih pinter atau lebih besar dari company atau company nggak bisa juga lebih besar dari founders. Nah tarik-tarikan ini yang menurut gua bakal seru di tahun 2022 ini. Karena kita bakal menggali lagi dan ini bisnis yang menurut gua ya, gaming industry ini ya. That’s how God nyiapin gua lebih deket sama adik gua. Jadi kan kaya family business ya, it’s totally difficult pasti karena pasti cek cok gitu cuman jadi lebih ada alesan untuk ngomong, kaya “gua tau ni kondisinya lagi gini” stress pasti jadi stress bareng tapi ada energi dua kepala yang emang kakak adik ya—

Diana: I feel you.

Ivan: Itu yang menurut gua very fortunate, dikasi kesempatan gua bisa bareng sama adek gua juga karena dia yang mulai.

Tri: Right, nice! So barusan aku scrolling Instagram nya Ditusi ni Pak Ivan. Buat pendengar di luaran sana, Instagramnya Ditusi itu ‘d2cgamingstore’ nggak ada underscore, nggak ada spasi, nggak ada titik. D2Cgamingstore dan ini ada 145K followers right? Itu lumayan banyak, banyak banget followersnya Pak ivan. Gimana sih awal mula ngebangun Instagramnya D2C atau emang dari awal muncul Instagramnya dulu baru bisnisnya berkembang dari sana? Atau bisnisnya berkembang dulu baru bikin Instagram? Ini awal ceritanya bagaimana?

Ivan: Jadi kalo dulu itu awalnya balik lagi, kita kan hobby jadi bangunnya community, D2C Gaming Store aslinya stands for Digital Top-Up Society itu adalah Namanya Dota 2 Community, D2C itu Dota 2 Community. Jadi dulu tu Namanya Dota 2 Community karena emang orang -orang maen Dota, kita ngumpul. Kita ngisi gap kebutuhan mereka untuk bareng Dota dan juga currency di game ya itu adalah steam. Itu kita masuk itu ngisi gap di sana tapi seiring berjalannya waktu itu kan Dota—jadi aslinya kita banyak dapet crowd dari Dota sebenernya. Instagram bertumbuh, kolamnya lah ya , kan social media kaya kolam, kita pada ngumpul gitu ya. Instragram bertumbuh, tapi yang paling bikin jadi makin berkembang adalah pada saat kita membuka diri untuk opportunity lain, kita ngga mau Dota doang nih, kita mau mendekatkan diri ke opportunity lain, ke game-game lain. Nah disitulah orang jadi “oh ada Dota 2 Community jual game lain” nah gitu dulu. “Dota 2 Community jual game lain tuh”.

Tri: Oh itu asal muasal namanya diganti?

Ivan: Iya, awalanya itu kaya “itu data Dota 2 Community jual game lain”

Tri: Jadi kalo di lingkungan anak gamer tuh kaya berkhianat nih.

Ivan: Ini kaya, ada yang bilang “oh dia nyesuain pasar” gitu karena gamenya itu shifting. Tapi ada juga yang bilang “bagus ni langganan gua jadi nge-provide lebih banyak top-up-nya”, karena bangun trust itu—credit goes to my younger brother ya, Jojo sendiri. Dia konsisten banget ngelayanin pada saat itu awal-awal. Jadi nge-build trust-nya itu menurut gua sangat—dari angka 0 ke 2 itu udah baik. Hanya perlu di rescale agar semakin banyak. Jadi ya as time goes si Instagram itu, karena ngebuka diri—kuncinya si sebagai founder itu mau liat opportunity, trus open dan cari tau mendekatkan peluangnya gimana ya?

Tri: Trials and error juga nggak sih pak?

Ivan: Jelas, jelas. Kita pas ganti nama aja itu mungkin terasa kaya “Ah cuma ganti nama” tapi kaya “Apa ya..ganti namanya apa ya?”. Jadi yang bisa diceritain adalah D2C itu kenapa kita ngga jauh-jauh dulu namanya ya karena biar orang nggak terlalu kaget, bisa relevan ke memori mereka. Jadinya errornya pasti adalah “apakah benar kita ganti nama ini?”, “Oh kayanya bener karena emang gamenya bisa kita lebih terbuka”. Tapi kalo masukin lagi error di konten misalnya, there’s a lot of error gitu ya, apakah ini konten yang bagus, apakah ini konten yang harus kita ikutin dari trend, atau ngga kita bikin apakah media aja, atau konten lucu aja. There’s a lot of endless opportunity untuk buat konten tetapi tenaga kita ngga banyak ya ini. Agak limited ya. Jadi menurut gua kemampuan untuk bisa memprioritaskan itu jadi harga mati kali ya, untuk siapapun yang sekarang ini lagi bingung gitu. “Gimana si bikin ini?” Kemampuan kreatifitasnya bakal penting banget.

Tri: Right jadi selama ini market terbesar itu muncul dari Instagram pak? Atau dari website malah?

Ivan: Market terbesar itu di Instagram, tahun lalu itu Instagram betul. Makin kesini muncul Youtube, kita nge-grow channel kita juga.

Diana: TikTok juga ada nggak sih?

Ivan : Tiktok juga ada, we grow juga di sana, dengan berbagai macam cara itu. Jadi karena balik lagi social media itu kan masing-masing kaya bikin kolam. Yang makin susah adalah kita mengconvert TikTok ke Youtube susah, Instagram ke Tiktok juga susah. Sehingga ya sudah kita kerjakan aja cobain.

Tri: Semuanya pak ya?

Ivan: Iya, karena balik lagi pertanyaannya bagaimana kita bisa mendekatkan dengan peluang.

Tri: Bener, nggak bisa untuk jadi resistance pak ya.

Ivan: Betul itu salah satunya ya, social media.

Diana: Menarik ini kita sampe lewat dan kita nggak sadar. Emang menarik untuk di eksplore sebetulnya tapi mungkin sebagai penutup dari aku, Ivan ada ngga yang mau di share ke pendengar kita? Mungkin promosi nih D2C yang sekarang lagi in. Ada giveaway apa, ada productnya mungkin yang lagi pengen di boost gitu, bisa. Kita welcome untuk D2C yang diwakilin dari Ivan untuk promote ke pendengar kita.

Ivan: Aslinya kalo temen-temen emang ke game maksudnya, self-reward untuk nge-top-up tuh nggak masalah sama sekali. Sehingga nggak ada feeling guilty atau ngerasa beda dari temen yang F2P atau Fee to Play. Kan ada kondisi kaya F2P lebih bangga ketimbang dengan pembeli yang udah spend uang. Tapi aslinya kan itu balik lagi ke kita punya masing – masing gitu ya. Biar lebih fun-nya gimana, kan ngga ada yang maksa sama sekali. Salah satunya ya kita bisa—kalo di game pasti top-up karena gua jualan top-up di sini.

Diana: Yeah, sure!

Tri: Bener bener.

Ivan: Dan top-up lah di tempat yang emang—

Tri: Terpercaya.

Ivan: Terpercaya juga, at least dia di recognized sama berbagai macam kalangan, nah tu jadi ngga ada efek samping setelah top-up itu kaya gimana. There’s a lot of orang – orang yang ga bener juga lah ya di dalam dunia per top-up an pasti. Sehingga bisa lebih wise lah untuk milih, karena tentu kalo temen-temen hanya nyari harga paling bottom kalian bisa ke bottom juga.

Tri: Right, quality-nya ya?

Ivan: Iya quality-nya, jadi jangan lah. Nah D2C Gaming Store kita komitmen kok untuk nglakuin hal hal yang tipenya megang trust, service dan kita kan bakal ada terus. Nggak cuma game ini rame, kita muncul abis game ini kita tutup, ngga gitu. Kita udah 7 taunan lebih lah, since dari Jojo.

Tri: Right, very inspiring. Bahkan Ketika aku ngobrol sama Pak Ivan ini, tiap kali ngobrol aku selalu belajar sesuatu. Biasanya aku bawa catetan, beneran ya ini konteksnya beneran kalo misalnya lagi telpon Pak Ivan pasti aku bawa catetan. Dia itu selalu punya sesuatu sesuatu yang baru gitu. Yang bisa diimplementasikan untuk perusahaan. I think it’s very good actually because we always have to expand, we always have to explore, we always have to try, we always have to face the new changes. Jadi it’s really good Pak ivan. Thank you Pak Ivan for spending your time with us.

Diana: Thank you Ivan!

Ivan: Thank you for having me aslinya, dengan talking to people ya itu jadi stress management aslinya. Aslinya kalo ngobrol sama orang itu “oh ini seru nih”, balik lagi ya, Law of Attraction nya itu kita ngrasa dia happy, kita jadi happy juga, jadi kepalanya nggak nunduk.

Tri: Right, energinya balik lagi ya?

Ivan: Iya, kepalanya at least nggak nunduk, karena siapa tau jawabannya di depan muka aja Cuma kita nunduk nggak keliatan.

Tri: True, thank you again, thank you very much Pak Ivan, so I am going to stop the recording.

Copyright © 2021 Empire Code. All Rights Reserved.

Share this